Kamis, 04 Desember 2014

Kedurhakaan Seorang Dermawan Terkenal



       Ada seorang saudagar yang terbiasa menyembelih sapi besar di dua waqfah (momentum) sebelum Idul Fitri dan Idul Adha, dan mengundang orang-orang fakir yang sudah biasa mendapatkan bagian di dua musim itu. Ia membuat pemandangan yang menakjubkan, akrena ia mengumpulkan para pembantunya agar orang-orang yang membutuhkan itu berdiri dalam barisan panjang di bawah pengawasannya, di mana mereka memanggil nama-nama, dan memberikan bungkusan penuh dengan daging dan tulang sambil mengucapkan kata-kata syukur dan pujian. Sahabat kita ini adalah orang asing yang datang dari desa ke kota di mana perdagangannya tersebar di sana. Tidak ada seorang pun yang tahu sedikit pun tentang keluarga dan kampung asalnya. Ia terbantu oleh keberuntungan, kemudian menjadi saudagar yang memiliki kedudukan dan menjadi menantu keluarga yang kaya raya.

          Pada suatu hari, dari hari-hari waqfah, seseorang datang kepadanya, lalu mengucapkan salam kepadanya. Kedatangannya tidak terduga, karena ia berasal dari kampungnya, dan di sana terdapat ibu dan saudara-saudaranya. Pengunjung itu tercengang dengan fenomena kedermawanan yang berlebih ini, dan ia tidak kuasa menembunyikan rahasia yang terpendam dalam hatinya. Ia melongok dari tempat yang tidak jauh, dan memanggil saudagar yang dermawan ini. Ia membisikkan kepadanya, "Aku akan pulang hari ini ke kampung dan aku usul supaya engkau memberikan sebagian dari daging ini, agar aku bawa kepada ibumu dan saudara-saudaramu." Wajah saudagar itu pun merah padam, dan mengatakan dengan penuh kemarahan, "Bagaimana engkau mengatakan ini? Sedangkan aku mengirimkan kepada mereka apa yang membuat mereka dalam kebahagiaan hidup." Pengunjung itu menimpali, "Sseungguhnya ibumu terpaksa menjadi pembantu di rumah Fulan, karena ia tidak memiliki apa-apa, dan seringkali ia minta padaku.

          Saudagar itu membawanya berjalan jauh, dan mengatakan kepadanya, "Jangan mengemukakan rahasiaku di muka umum. Mertuaku dan ipar-iparku tidak mengetahui bahwa aku punya ibu dan saudara. Seandainya mereka mengetahui sesuatu tentang keluargaku yang fakir, niscaya aku tidak akan menikah dengan wanita dari keluarga Fulan. Sungguh aku telah memutus hubunganku dengan kampung seluruhnya agar rahasiaku tidak terbongkar, dan aku berharap engkau merahasiakannya. Aju adalah pemilik usaha dan memiliki nama. Karena itu, jangan mengingatkan aku kepada hari-hari yang hina." Pengunjung itu pun pulang dengan penuh kesedihan, dan menceritakan apa yang telah didengarnya. (Thara'if wa Musamarat, hal.189)

Kisah ini dikutip dari buku "Balasan Sesuai Perbuatan ~43 Kisah Nyata Akibat Durhaka Kepada Orang Tua~" yang ditulis oleh Ibrahim bin Abdullah al-Hazimi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar