Salah seorang akhwat muslimah mengatakan, menceritakan kisah pedihnya bersama kedurhakaan. Ia berkata dengan berderai air mata : Aku menikah saat masih belia dengan seorang pemuda yang lurus, baik hati, yang tidak punya selain ibunya yang tinggal bersamanya di flat yang sama. Cinta dan belas kasihnya kepada ibunya serta keluhuran akhlaknya bersamanya, itulah yang membuat keluargaku menerimanya dengan baik.
Setelah pernikahan, ia menempatkan aku di sebuah flat berdekatan dengan ibunya. Ia membagi waktunya antara aku dengannya... Seiring dengan perjalanan waktu, aku merasa bahwa ia menghabiskan seluruh waktunya untuknya... lalu aku dikuasai oleh perasaan yang aneh. Setan menghembuskan dalam hatiku, lalu aku meminta kepadanya agar dicarikan flat yang luas lagi besar. Pada mulanya ia menolak, tapi karena aku terus mendesaknya, akhirnya ia memenuhi permintaanku.
Kami pun pergi ke gedung lainnya yang tidak jauh dari tempat tinggal ibunya. Namun, kegembiraanku tidak berlangsung lama. Suamiku mengalami kecelakaan yang menyakitkan tidak lama setelah kepindahan kami, lalu ia berpulang ke negeri akhirat - semoga Allah merahmatinya - dengan meninggalkan untukku tanggung jawab mengurus tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki. Aku pun menjalani hidup bersama mereka, aku rawat dan didik mereka.
Kemudian aku menikahkan anakku yang laki-laki, dan aku menempatkannya berdekatan denganku di gedung yang sama, tapi sesuai dengan teori "sebagaimana engkau berutang, maka engkau akan ditagih". Anakku pun mulai menerapkannya padaku.
Tiba-tiba aku dikagetkan olehnya, karena ia memberitahu bahwa ia ingin tinggal di flat yang besar. Aku berharap bahwa ia tidak pernah meninggalkan kami. Aku mencoba bersamanya dengan segala cara... Aku katakan padanya, "Kam tidak punya lagi, sesuah Allah, seorang pun selainmu." Aku menawarkan kepadanya agar mengambil flat kami yang besar, dan aku bersama saudara-saudara perempuannya akan pindah ke flat yang kecil. Tapi ia menolaknya, berlaku congkak dan bersikeras untuk pindah ke flat di luar bangunan yang kami tempati.
Bahkan ia pindah ke pemukiman lain yang jauh dari kami. Seakan-akan ia membayar utang yang pernah aku lakukan terhadap neneknya, ibu ayahnya, ketika aku meninggalkannya sendirian dari anaknya.
Betapa beratnya utang yang harus dilunasi di dunia sebelum di akhirat!
Ini adalah pelajaran yang harus kita ambil. Penyesalan setelah lewat waktunya tidak berguna lagi. Orang yang berakal adalah orang yang yang selalu mengambil pelajaran dari orang lain. (Koran al - 'Ukkazh, edisi 9886)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar